Sabtu, 24 Juli 2021

JUARA 3 KOMPETISI MENULIS OPINI

 Jangan Mimpi Bebas Corona Kalau Kolaborasi Pemerintah
dan Masyarakat Tidak Harmonis


Penyebaran COVID-19 sampai saat ini masih sangatlah masif, khususnya diIndonesia. Ini terjadi karena berbagai faktor, baik itu faktor eksternal seperti produksi vaksin masih belum merata dan juga faktor internal seperti kesadaran masyarakat akan bahayanya virus corona masih kurang. Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menekan laju penyeberan virus mulai dari kebijakan dengan nama cenderung unik dan seringkali berganti kebijakan akan tetapi intinya sama, protokol kesehatan. Tentunya dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya tidaklah cukup hanya dijalankan oleh pemerintah saja. Perlu dukungan dari masyarakat agar tujuan kebijakan tercapai, kurangnya penyebaran virus corona
misalnya. Sayangnya, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak disambut indah
oleh sebagian masyarakat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat belum sepenuhnya mematuhi protokol kesehatan dan bahkan tak peduli dengan yang namanya pandemi COVID-19. Pertama, dalam sudut pandang ilmu psikologi ada istilah Bias Kognitif. Bias Kognitif merupakan salah satu macam kesalahan dalam berpikir yang terjadi pada saat seseorang memproses serta menafsirkan informasi di dunia yang ada di sekitar kehidupan mereka (Buana, 2020). Bias kognitif terbagi menjadi tiga, salah satunya yaitu Bias optimisme. Bias optimisme adalah bias kognitif yang membuat orang untuk percaya bahwasanya mereka cenderung tidak mengalami peristiwa negatif (Buana, 2020), tidak menjaga protokol misalnya, karena banyak dari masyarakat yang optimis bahwa sebenarnya virus corona itu tidak seberbahaya yang diberitakan. Ini sejalan dengan tipikal masyarakat Indonesia yang santai ketika menghadapi berbagai macam kondisi dan meyakini segala sesuatunya pasti sudah tertulis dalam takdir Tuhan. Kedua, Pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan cenderung tidak konsisten dan yang sangat disayangkan adalah tidak sedikit pejabat melanggar kebijakan yang mereka buat sendiri. Tidak konsisten di sini adalah kebijakan-kebijakannya cenderung membuat masyarakat bingung, dan tentunya sering berubah-ubah kebijakannya. Inilah pangkal dari tak acuhnya masyarakat akan menjalankan kebijakan pemerintah untuk menekan laju penyeberan corona. Bahkan sampai saat ini pun laju penyebaran corona tetaplah masif meskipun program vaksinasi telah berjalan, mengutip laporan satgas COVID-19 dalam Tirto.id tingkat kepatuhan masyarakat memakai masker terpantau bahkan masih kurang dari 60% di 53 Kabupaten/Kota, 45 Kabupaten/Kota di level 61%-75%, dan 94 daerah lainnya berada pada di tingkat 76%-90%. Sedikit daerah yang persentase lebih dari 90% yakni sekitar 147 di Kabupaten/Kota. Adapun tidak sedikit pejabat
mematuhi protokol kesehatan yang mengakibatkan masyarakat tambah tidak peduli dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah adalah karena perbuatan beberapa oknum pejabat dan kebijakan yang mencontohkan tidak baik, misalnya menggelar pilkada serentak di mana pasti menimbulkan kerumunan, pejabat mengadakan pesta ulang tahun, kebijakan pemerintah yang membolehkan WNA masuk Indonesia di tengah kebijakan larangan mudik dan lain sebagainya. Itulah penyebab masyarakat tidak peduli dengan pandemi corona dan mengabaikan protokol kesehatan. Saat ini yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah tetap
konsisten dengan kebijakan yang dikeluarkannya, sosialisasi kepada masyarakat, bisa dengan berkoordinasi dengan pejabat-pejabat tingkat Provinsi sampai Desa agar informasi bisa sampai kepada semua kalangan dan tentunya pejabat agar tetap menjunjung tinggi protokol kesehatan dan menjadi contoh bagi masyarakat banyak. Kebijakan sebaik apapun tidak akan berjalan maksimal apabila berjalan dengan sendiri-sendiri, harus beriringan antara pemerintah dan masyarakat agar terciptanya Indonesia bebas Corona.

Heriyanda Putra
119020564
Ekonomi/Manajemen

JUARA 2 KOMPETISI MENULIS OPINI

 Menghadapi Polemik Pendidikan dimasa Pandemi Covid-19

Subtema : Pendidikan

Kondisi Pandemi Covid-19 tidak hanya dirasakan oleh Indonesia, namun hampir seluruh dunia ikut merasakan. Akibat Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan dapat menghancurkan kehidupan di seluruh sektor , salah satunya adalah sektor pendidikan. Bakan keterpurukan ekonomi banyak dirasakan oleh mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Lantas bagaimana dengan orang tua/masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi dalam menghadapi masa Pandemi Covid-19 ini. Artinya, akan semakin banyak orang yang akan mengalami kesulitan dalam menempuh pendidikan di masa Pandemi Covid-19. Akan banyak ketimpangan yang dirasakan seperti Putus sekola/Kuliah atau penundaan masa sekolah bagi
mereka yang tidak bisa mendaftarkan anaknya sekolah karena faktor ekonominya. Untuk menghadapi kondisi ini pemerintah membuat aturan dengan pembelajaran daring. Pembelajaran lazimnya berlangsung di ruang kelas dengan jadwal tertentu kini harus melakukan transformasi pembelajaran. Dimana pembelajaran harus dilaksanakan di rumah masing-masing. Mungkin untuk anak SMP, SMA, Mahasiswa masih bisa menyesuaikan. Namun bagaimana dengan anak SD atau TK yang baru memasuki sekolah terpaksa harus merasakan pembelajaran yang tidak menyenangkan. Pembelajaran daring menyenangkan atau tidak saat ini menjadi solusi tunggal untuk tetap dapat melaksanakan pembelajaran. Namun dengan berjalanya pembelajaran daring banyak menuai polemik diberbagai kalangan. Bagi mereka yang kontra terhadap kebijakan ini, beranggapan bahwa proses pembalajaran daring kurang efektif dengan alasan karena tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama dalam menerima materi pembelajaran, sehingga pemahaman yang peserta didik tangkap kurang maksimal. Bahkan tidak hanya itu, keterbatasan perangkat dan kendala sinyal menjadi sumber permasalahan yang paling utama, yang menghambat proses pembelajaran daring. Terutama bagi mereka yang mendiami kalangan terpencil atau daerah pelosok. Akan tetapi dengan diterapkannya pembelajaran daring beberapa pihak yang setuju terhadap solusi
pembelajaran daring serta memiliki fasilitas perangkat yang sudah lengkap. Mereka
justru merasa diuntungkan karena beranggapan dapat menghemat biaya hidup, seperti biaya transportasi dan konsumsi yang berkurang. Serta pengumpulan tugas dapat dilakukan melalui flatform dan aplikasi, sehingga tidak perlu mengumpulkan tugas secara langsung. Dari berbagai polemik yang terjadi akibat pembelajaran daring, solusi yang sudah diberikan pemerintah, seperti memberikan bantuan alat belajar berupa smartphone atau laptop kepada peserta didik yang memang membutuhkan dan memberi bantuan kuota internet bagi seluruh peserta didik Indonesia. Selain itu pemerintah juga sudah memberikan bantuan beasiswa dan bantuan dana lainnya kepada peserta didik yang kurang mampu dalam hal finansial. Namun bukan hanya pihak pemerintah yang dituntut untuk mengatasi solusi tersebut. Kita juga harus sadar diri untuk sama-sama menemukan solusi. Terutama bagi orang tua yang memiliki peserta didik TK/SD yang baru memasuki dunia pendidikan. Sebaiknya orang tua memberikan perhatian khusus kepada anaknya, seperti mendampingi anak saat melakukan pembelajaran daring, mendidik dan mengajarkan anak untuk belajar membaca dan berhitung, agar anak tidak mengalami ketertinggalan dalam masa pembelajaran. Selain itu untuk peserta didik yang merasa dirinya tinggal di kalangan terpencil atau pelosok, harus dapat menyesuaikan dengan kapasitas jaringan yang ada di daerah tersebut, agar sinyal yang didapat saat proses pembelajaran bisa berjalan dengan lancar. Selain itu para pengajar juga harus dapat memberikan proses mengajar dengan cara yang menyenangkan, agar para peserta didik tidak merasa bosan, karena pengajar yang baik adalah pengajar yang berhasil membuat anak didiknya merasa senang belajar.

Nama : Faiz Syaula Nugraha
NPM : 118040107
Fakultas/prodi : Ekonomi/Akuntansi

KARYA JUARA 1 KOMPETISI MENULIS OPINI

 Revolusi Pendidikan Indonesia di Tengah Covid 19, Bagaimana Tranformasi
Digital Berjalan diatas Kesenjangan.


Seiring merebaknya pandemik Covid 19 di berbagai belahan dunia dan juga di beberapa willayah di Indonesia.Covid 19 telah mempengaruhi semua orang. Pandemik ini telah merubah semua aspek hidup manusia dan telah memimpin manusia ke sebuah masa dimana segala sesuatunya dilakukan dengan teknologi yang cepat dan tak terbatas. Adanya pandemik tersebut merupakan salah satu yang menuliskan tinta sejarah baru dalam dunia pendidikan khususnya dunia pendidikan Indonesia.Era pandemik memaksa kita untuk memutuskan sistem pendidikan tradisional yang berlangsung sejak puluhan tahun.Covid 19 memberikan kesempatan bagi masyarakat dan pemangku kebijakan untuk mengagas, melakukan redefinisi serta menata ulang seperti apa sistem pendidikan yang dibutuhkan.Hal tersebut dilakukan karena ketika kita melihat sistem pendidikan yang ada di beberapa negara khususnya di Indonesia sistem yang digunakan telah begitu banyak menggunakan sistem yang dirancang dengan menilik kebutuhan era revolusi industri pertama dimana sistem pembelajaran cenderung bersifat pasif. Oleh karena itu melalui pandemik Covid 19 membawa arah baru salah satunya adalah transformasi digital yang memberi pengharapan berupa moderinisasi pendidikan untuk lebih relevan kedepanya. Didalam hal ini, ada dua isu utama untuk menata kembali pendidikan di Indonesia, Pertama bagaimana strategi mengajar yang tepat? dan Kedua apakah strategi ajar itu?. Bermula dari bagaimana?, beberapa institusi pendidikan yang ada di di indonesia memilki kendala yaitu ketidaksiapan mereka dalam merespon transformasi digital yang datang secara tiba-tiba, cepat, dan bagaimana para pengajar, siswa, serta orang tua merasa kewalahan atas perpindahan strategi pembelajaran tersebut. Agaknya ketika kita menilik jawaban perihal bagaimana strategi mengajar yang tepat, kita menemukan suatu paradoks, bagaimana tidak langkah yang awalnya bertujuan baik untuk melakukan transformasi nampaknya berbanding terbalik dengan realitas,bisa kita lihat di realitas masyarakat nampaknya langkah transformasi terhadap sistem pendidikan rupanya hanya tetap menawarkan konten pendidikan usang yang sama dengan metode pembelajaran yang bersifat pasif, pembedanya dengan sistem terdahulu hanya terdapat pada webcam yang disimpan tepat didepan mereka. Lalu selain perolehan sistem yang tetap sama transformasi digital di dunia pendidikan nyatanya malah memunculkan kesenjangan, ketidaksetaraan di tengah masyarakat.Pandemic yang berjalan sangat cepat tanpa sinyal alaram membuat beberapa orang tidak memiliki kesiapan, di Indonesia banyak orang-orang yang tidak mampu terpaksa berjuang lebih keras lagi supaya tetap mendapat asupan edukasi serta mengikuti arus transformasi digital,sebagian dari mereka juga terpaksa untuk menghentikan asupan tersebut dikarenakan kondisi finansial yang carut marut. Pada ketidaksiapan ini mereka hanya mengantung nasibnya kepada pengusa tapi sayangnya penguasa tidak dapat menjamin apapun sebab mereka pikir ada banyak hal yang lebih penting dari sekedar asupan edukasi rakyat. Ketidaksetaraan sistem ajar dan asupan edukasi pula menimbulkan masalah sosial lainya. Banyak anak di Indonesia yang terpaksa direnggut haknya, sebagian anak malang itu dinikahkan dengan sebab orang tuanya tak kuat menghadapi kesenjangan yang ada. Kesenjangan transformasi digital juga membuat kesehatan mental beberapa siswa di Indonesia menurun, fasilitas yang tidak sebanding dengan perintah sang guru dinilai dapat menurunkan kesehatan mental.Selain berbicara perihal bagaimana sistem ajar lalu kita beralih pada beberapa pertanyaan mengenai apakah? Yang terdiri dari beberapa sub pertanyan lainya seperti apakah transformasi digital tersebut dapat menjalankan sistem pendidikan di Indonesia dengan baik?, lalu kedua apakah mutu asupan edukasi dapat dicerna dengan baik? kemudian ketiga apakah sistem ini sudah setara dan terakhir apakah sistem ini relevan?. Untuk menjawabnya saya melakukan sebuah penelitian kecil terhadap 5 orang yang terdiri atas siswa dan mahasiswa.3 dari mereka menjawab pertanyaan pertama dengan argumentasi bahwa transformasi sistem pendidikan di Indonesia berjalan dengan baik,mereka juga menunjukan bukti konkrit bahwasanya dengan transformasi digital membawa kemudahan dalam mengakses asupan ilmu, sementara 2 orang lainya menjawab bahwa transformasi tidak berjalan dengan baik. Kemudian perihal pertanyaan kedua ketiga dan keempat mereka memiliki keselarasan dalam beragurmen bahwasanya mutu yang diberikan oleh transformasi digital erapandemik ini masih kurang,selain kurangnya mutu asupan perihal relevansi dan kesetaraan pun masih sangat jauh dari standar,mereka menekankan harap bahwasanya perlu ada peningkatan lebih serius perihal hal ini. Konklusi, saran dan kritik perihal revolusi pendidikan melalui transformasi digital era pandemik covid 19 adalah revolusi tidak berjalan semestinya karena kesenjangan hadir ditengahnya.Perlu adanya suatu sikap konkrit dan efisien untuk memulainya. Langkah awal untuk memulainya adalah dengan membaca situasi serta menyadari peran masing-masih sehingga diharapkan munculnya suatu kolaborasi antara rakyat Indonesia dan pemangku mandat. Pemangku mandat harus membuat suatu sistem regulasi yang jelas dan dapat diterima oleh masyarakat agar dapat tumbuh kesetaraan selain perubahan pada sistem regulasi pemangku mandat harus banyak memfasilitasi dan berinvestasi di dunia pendidikan terutama pada era pandemik Covid 19 ini. Revolusi pendidikan harus segera dilaksanakan dengan menyesuaikan dengan relevansi zaman karena pendidikan adalah tonggak peradaban suatu bangsa jika pendidikan itu hancur maka bangsa itu akan hancur pula.

Referensi: Reuters
Nama Lengkap ; Adhinda Maharani
NPM:119010109
Fakultas/Prodi : Hukum/ilmu Hukum

Selasa, 13 Juli 2021

SILATURAHMI DAN DISKUSI BERSAMA BEM FE SE-WILAYAH III CIREBON

 

BEM FE UGJ- Sabtu ( 10/07 ) Telah dilaksanakan acara Silaturahmi dan Diskusi Bersama BEM FE Se-wilayah III Cirebon, yang diadakan secara virtual melalui zoom meeting. Dalam diskusi kali ini kami menghadirkan Pemateri yang sangat inspiratif yaitu : Moh. Yudi Mahadianto, SE.MM dengan materi yang berjudul : Pengelolaan UMKM.
▪︎ Salah satu pembahasannya mengenai kenapa UMKM jadi perhatian pemerintah?
Karena, UMKM telah menyumbang Rp 8.400 Triliun ke perekonomian Nasional pada 2018 dan Kontribusi UMKM terhadap PDB 2019 diproyeksi tumbuh 5%.
Selain itu juga membahas tentang bagaimana standar membantu UMKM, tantangan pada UMKM seperti apa, lalu bagaimana masuk ke pasar ekspor dengan penerapan standar UMKM binaan BSN dan beberapa lainnya.
▪︎ Bapak Yudi juga berkata bahwa "Kalau kita ingin bersaing, kita harus punya nilai lebih"

Berikut ini adalah beberapa dokumentasi selama acara berlanngsug :